Selasa, 16 Agustus 2011

KEBIJAKAN BBM DAN PEMBELAJARAN MASYARAKAT


Isu yang mencuat kepermukaan dalam beberapa minggu terakhir ini adalah kebijakan pemerintah menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM). Walaupun ada tendensi untuk mengalihkan isu ini kepada isu Front Pembela Islam (FPI), namun  isu BBM ini masih menjadi pembicaraan luas dimana saja dan pada setiap strata kehidupan masyarakat di republik ini. Menjadi pembicaraan luas karena kebijakan BBM adalah masalah  kompleks rakyat dan sekaligus memiliki konsekuensi dan implikasi sosial politik, ujungnya berdampak terhadap kehidupan masyarakat setiap warna negara.
Untuk pembelajaran, rakyat dapat mengerti alasan pemerintah menaikkan harga BBM. Rakyat mengerti bahwa pemerintah kesulitan keuangan karena APBN terkuras untuk mensubsidi BBM dan membayar hutang pemerintah.  Rakyat memahami alasan pemerintah bahwa yang menikmati subsidi BBM hanya segelintir masyarakat yang notabene adalah kalangan masyarakat mampu sehingga subsidi BBM tidak tepat sasaran. Rakyat menyadari bahwa subsidi BBM memicuh terjadinya penyeludupan dan pengoplosan. Tetapi perlu disadari pemerintah bahwa rakyat tidak serta merta dapat menyetujui kebijakan menaikkan harga BBM karena daya beli masyarakat yang sangat rendah. Banyaknya demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat, diantaranya mahasiswa, ibu rumah tangga, dan anggota masyarakat lainnya adalah pertanda bahwa kebijakan ini tidak populer (istilah Sri Mulyani) dan ditolak sebagian besar masyarakat.
Persepsi masyarakat akan kebijakan menaikkan harga BBM adalah kemelaratan dan kesengsaraan. Sudah terbayang oleh masyarakat bahwa kenaikan harga BBM akan mengurangi daya beli, meningkatkan biaya produksi perusahaan, mengurangi daya saing produksi nasional, dan akhirnya dapat mematikan sektor riil. Jika sudah begini, pengusaha akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga menambah jumlah daftar pengangguran, membengkak jumlah masyarakat miskin, dan meningkatnya kriminalitas.  Rakyat masih sakit akibat dampak berantai dari kenaikkan harga BBM tahun 2005 yang lalu dan belum tahu kapan recovery. Kenaikkan harga BBM tahun 2008 ini membuat masyarakat makin sengsara. Jika diibaratkan penyakit, bagaikan penyakit kunker yang sudah stadium akhir.
Permasalahan inti dari kebijakan ini sebenarnya bukanlah kepopuleran atau tidakpopuleran. Yang lebih penting adalah, apakah pemerintah memahami kemampuan masyarakat, apakah pemerintah telah berbuat sesuatu yang signifikan sehingga layak mengambil keputusan menaikkan harga BBM yang notabene menambah beban rakyat, apakah pemerintah menyelami rasa penderitaan rakyat? Pertanyaan seterusnya adalah pantaskah pemerintah membebenai rakyat bilamana pemerintah belum melakukan perubahan yang sinifikan untuk rakyatnya? Perubahan dalam konteks ini adalah perubahan dalam pengelolaan Migas dan variabel-variabel kebijakan lain serta pengawasan dan efisiensi yang berkaitan dengan naiknya subsidi BBM.
Jangan heran bila rakyat mulai mengungkit janji kompanye SBY-JK pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004 lalu. Kedua beliau ini berjanji jika terpilih menjadi RI 1 dan RI 2, akan mengadakan perubahan. Dapat dipastikan bahwa rakyat memberikan vote kepada pasangan ini pada waktu itu karena isu perubahan ini. Pemahaman rakyat tentang perubahan itu sendiri tentu bervariasi dan beraneka ragam sesuai dengan pengharapan mereka. Jika untuk mengamankan APBN, pemerintah manaikkan harga BBM, tentu kebijakan ini bukan hal yang baru tetapi sudah ada sejak pemerintahan order baru.  Artinya, belum ada perubahan atau pembaharuan dalam kebijakan BBM. Apatah lagi kalau kita simak alasan pemerintah menaikkan BBM tahun ini sama dengan alasan menaikkan BBM tahun 2005 yang lalu.
Kalau kita telaah lebih mendalam, membengkaknya subsidi BBM, bukan hanya dikarenakan naiknya harga minyak dunia di pasar internasional tetapi juga ada faktor   lain yang juga sangat berpengaruh, yaitu menurunnya produksi minyak mentah dan besarnya penyelundupan dan pengoplosan. Untuk meningkatkan produksi minyak, pemerintah sudah seharusnya melakukan upaya-upaya intensifikasi sumur-sumur minyak yang ada dan membuka lapangan minyak baru. Berbagai kegiatan insentif dan promosi besar-besaran harus dilakukan untuk menarik investor menanam modalnya di industri perminyakan. Strategi penggelolaan Migas dengan sistem Kontrak Production Sharing atau bagi hasil yang idenya berdasarkan praktek yang berlaku pada pengelolaan pertanian pada masa lalu, saat ini kurang menarik bagi investor untuk berinvestasi atau kalah menarik jika dibandingkan dengan kondisi yang diberikan oleh negara lain. Jadi faktor pertama yang perlu dibenahi adalah peningkatan produksi minyak mentah. Untuk itu pemerintahan SBY-JK harus mencari langkah-langkah trobosan yang dapat menaikkan produksi perminyakan nasional.
Faktor kedua yang membuat subsidi BBM meningkat adalah maraknya  penyelundupan dan pengoplosan. Hal ini disebabkan lemahnya penegakkan hukum  di sektor perminyakan. Kita sangat berharap dengan diberlakukannya Undang-undang Migas  No. 22 tahun 2001 akan membawa angin segar terhadap perbaikan pengelolaan perminyakan nasional. Dengan adanya pemisahan antara pengelolaan kontraktor asing  yang sekarang dipegang oleh Badan Pengelola (BP) Migas dan Pertamina sebagai perusahaan di sisi hulu dan menghilangkan monopoli Pertamina  di sisi hilir serta menyerahkan pengaturan distribusi BBM dan transportasi gas melalui pipa yang diatur oleh Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas diharapkan akan dapat mengefektifkan jalur operasi dan distribusi BBM. Tapi kenyataannya permasalahan ini, solusinya jalan ditempat. Penyelundupan dan pengoplosan dengan berbagai modus seperti pengoplosan, manipulasi tangki, merekayasa toleransi penguapan, pencurian minyak dari kilang ke tanker, dan banyak lagi belum dapat teratasi bahkan lebih licin dari licinnya BBM itu sendiri. Sangat tidak adil jika kegagalan pemerintah dalam mengawasi penyelewengan ini, dibebankan kepada rakyat. Oleh karena itu untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum perlu dipikirkan lagi membentuk Tim Terpadu (Timdu).
Faktor ketiga yang perlu dibenahi adalah sistem informasi, komunikasi dan networking. Dengan sistem infromasi dan komunikasi yang baik akan memudahkan keterbukaan dan trasparansi dalam menghitung subsidi BBM. Jika perhitungan subsidi adalah fungsi dari quota volume dan selisih harga pasar dengan harga subsidi, maka pemerintah harus transparan dengan kedua variabel tersebut. Kita berharap agar pemerintah dan DPR dapat menetapkan kuota volume dan harga BBM bersubsidi yang benar melalui pendataan yang valid terhadap konsumen pemakai BBM bersubsidi bukan berdasarkan asumsi yang dilakukan selama ini.  Disamping itu juga memperpendek rantai distribusi agar disparitas harga bisa diperkecil, efisiensi dapat ditingkatkan sehingga rakyat tetap menikmati harga BBM yang rendah. Sangat tidak adil pemborosan yang dilakukan oleh Pertamina atau Public Service Obligation   (PSO)  dibebankan pada pembeli BBM.
Pembenahan sistem belum akan berhasil optimum bilamana tidak diikuti dengan pembenahan faktor Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk pembelajaran kita harus mencontoh ke Petronas, yakni perusahan perminyakan Malaysia yang menurut sejarahnya belajar dari Indonesia dan sekarang berhasil dan sukses mengelola perminyakan sehingga Petronas menjadi tuan dirumahnya sendiri. Mengapa Petronas sukses? Jawabannya adalah karena sumber daya manusianya yang jauh dari perilaku KKN. Jadi bukan karena undang-undangnya. Oleh karena itu sudah seharusnya pemerintah membenahi SDM yang terkait dalam pengelolaan perminyakan agar profesional, baik secara pengetahuan maupun moral. Saya setuju dengan pendapat Partowidagdo (2004) yang mengatakan bahwa pemerintah tidak perlu ragu-ragu mengangkat pegawai bangsa Indonesia yang pernah bekerja di perusahaan industri perminyakan internasional untuk pimpinan dan stafnya apabila memang lebih baik, yang penting pemilihannya harus transparan dan kalau tidak berprestasi atau korupsi langsung diganti.
Kalau semua faktor yang kita ungkapkan diatas telah maksimum dilakukan oleh pemerintah dan dapat dibuktikan kepada rakyat, maka rakyat dengan sukarela dapat menerima kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Bukankah rakyat Indonesia ini adalah rakyat yang sangat cinta kepada bangsa dan negaranya.


Rumbai, 17 Juni 2008
Dr. Nurpit Junus, M.M
Dosen Politeknik Caltex Riau

1 komentar:

  1. setiap kebijakan yang dibuat pemerintah selalu ada yang pro dan yang kontra.

    BalasHapus