Rabu, 05 Oktober 2011

TANTANGAN GURU DI ERA DIGITAL

Adakah Anda memperhatikan kelahiran anak pertama di rumah sakit, akhir-kahir ini? Jika belum, lakukanlah! Anda akan melihat fenemena baru yang terjadi disana, sebagai dampak dari kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Saya menemukan beberapa kali,  orang tua si bayi yang baru lahir tersebut melakukan hal yang sangat berbeda dengan apa yang saya lakukan terhadap kelahiran anak pertama saya tiga puluh tahun yang lalu. Sekarang, sang ayah, begitu anaknya lahir mengambil hand phone (HP) dan mengirimkan Short Message Service (SMS) untuk sanak saudara, karabat dan kenalan lainnya. Inti pesannya adalah memberitahukan bahwa anaknya telah lahir dan dilengkapi dengan data kuantitatif berupa berat, panjang dan data lainnya. Dalam hitungan detik, teks dari pesan tersebut sudah sampai ke si alamat.  Sang ibu lain lagi, sambil memeluk bayinya mengambil HP dan membidik anaknya untuk difoto. Foto tersebut dikirim juga ke karabat, saudara dan kenalannya. Juga dalam hitungan detik, image dari foto tersebut sudah dapat dilihat oleh penerimanya. Yang ingin saya sampaikan dari kasus ini adalah bahwa anak begitu lahir bahkan sebelum lahir di era ini sudah melihat kemajuan TIK. Perlu dicatat bahwa bayi ini dalam selang waktu enam tahun yang akan datang akan bersekolah dan berintekraksi dengan guru. Bayangkan apa yang akan terjadi bilamana gurunya tidak mengikuti kemajuan TIK bahkan masih gagap teknologi, tak bisa komputer  dan tak familiar dengan sistem digital.
Oleh sebab itu sekolah sebagai institusi pencetak generasi yang hidup dimasa mendatang harus mempunyai keperdulian terhadap perkembangan yang terjadi tersebut. Jika tidak, maka anak-anak yang kita didik akan tertinggal dengan perkembangan zaman karena perkembangan TIK tidak mempunyai toleransi. Pilihannya hanya dua, yaitu mampu beradaptasi dan mengadopsi atau tertinggal ke belakang. Guru sebagai ujung tombak di sekolah pada era ini dan era selanjutnya ditantang untuk melakukan akselerasi terhadap perkembangan TIK yang dapat mengubah infromasi baik yang tadinya berwujud tulisan, gambar, maupun suara menjadi wujud kumpulan lambang bilangan 0 dan 1, yang sering disebut digital. Dalam bentuk baru semacam ini informasi tersebut dapat diproses dengan peralatan yang namanya processor yang terdapat pada mesin komputer. Sebagian besar bahan ajar dimasa depan akan berbentuk digital, sehingga kertas tidak diperlukan lagi.
Proses pembelajaran mengaplikasikan TIK yang berbasis internet dengan bahan ajar digital menyebabkan terjadinya pergeseran proses belajar mengajar (PMB) dari yang biasa dilakukan guru. Rosenberg menyebutkan lima pergeseran tersebut, yakni: pergeseran dari pelatihan ke penampilan, pergeseran dari ruang kelas ke dimana dan kapan saja PMB dapat dilaksanakan, pergeseran dari kertas ke digital dan online sehingga paperless atau tanpa kertas, pergeseran dari fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja atau populer dengan sebutan network, dan dari waktu siklus ke waktu nyata.   
Disamping itu juga terjadi pergeseran paradigma PBM yang dianut sekarang kepada konstruktivisme. Jika selama ini proses belajar di sekolah lebih ditandai oleh proses mengajar guru melalui ceramah dan proses belajar peserta didik melalui menghafal. Pengawasan terhadap keberhasilan mengajar selama ini lebih didasarkan pada tingginya ‘daya serap’ dalam pengertian yang sangat sumir akan ditinggalkan. Guru bukan lagi sebagai sumber belajar utama yang menyampaikan informasi atau bahan ajar dimana peserta didik dianggap sebagai gelas kosong yang siap diisi. Paradigma baru, peserta didik dianggap telah memiliki pengetahuan awal, dan tugas guru hanya mengkonstruksinya saja. Peserta didik dianalogikan tanaman yang sudah punya potensi untuk tumbuh dan berkembang, sedangkan guru hanya berfungsi sebagai penyiram yang membantu tanaman tumbuh dan berkembang dengan baik. Akibatnya, peran guru dalam mengajar berubah dari pengajar menjadi fasilitator dengan model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center), tidak lagi berpusat pada guru (teacher center). PBM mendatang bersifat memandirikan siswa dalam mengeksplorasi rasa keingintahuan mereka dengan pendekatan memecahkan masalah yang diberikan guru.
Konsekuensi dari bergulirnya paradigma konstruktif ini berdampak terhadap sumber daya belajar, diantaranya perpustakaan sekolah dan sumber daya fasilitas teknologi informasi sekolah termasuk fasilitas internet.  Kita tidak menutup mata akan kondisi sekolah saat ini yang sangat memprihatinkan. Sekolah dihadapkan pada kenyataan bahwa sumber belajar yang ada di perpustakaan sangat terbatas. Koleksi buku dan compact disc (CD) yang dimiliki sekolah tidak memadai bahkan kalaupun ada sudah usang atau kadaluarsa. Pembaharuan koleksi buku dan CD tentu memerlukan biaya yang sangat besar dimana sekolah tidak akan sanggup membiayainya. Kondisi ini tidak harus ditangisi, tetapi dengan kreatifitas dan inovasi guru terutama dengan menggunakan TIK dalam proses pembelajaran akan dapat membantu mengurangi permasalahan tersebut.
Alasannya, percaya atau tidak telah terjadinya revolusi pengetahuan dimana dunia sudah semakin go digital. Makin banyak buku yang telah dirubah ke dalam format digital book dan dengan mudah diakses melalui situs seperti Google Scholar dan Questia. Bahkan ada satu proyek besar untuk pendigitalkan buku yang disebut dengan nama project gutenberg. Proyek tersebut memiliki misi utama mendigitalkan buku-buku yang sudah berstatus public domain. Juga sudah seharusnya pemerintah, termasuk pemerintah provinsi, kabupaten dan kota untuk membiayai penerbitan electronik book (e-book) sebagai buku pedoman bagi peserta didik terutama sekali bagi jenjang sekolah dasar dan sekolah menengah yang dapat diakses dengan mudah dimana saja dengan fasilitas internet. Dengan adanya buku digital tersebut akan memudahkan mencari  informasi sebagai bahan ajar secara cepat dengan mengakses mesin pencari, seperti situs-situs Google dan Yahoo! Selain itu ada wikipledia yang merupakan sarana media informasi yang melimpah mengenai berbagai hal. Tidak berlebihan bila dikatakan bahwa wikipledia adalah ensiklopedia terbuka yang dapat diakses dengan mudah oleh peserta didik. Bukan hanya mengakses, peserta didik bisa juga mengisikan (meng-upload) hal-hal baru sehingga informasi dapat disebar yang tidak hanya lingkup kelas, tetapi lingkup dunia.
Keuntungan lain bagi guru adalah kesanggupan komputer untuk menyajikan teks nonsekuensial, nonlinear, dan multidimensional dengan percabangan tautan dan simpul secara interaktif. Tampilan tersebut akan membuat peserta didik lebih leluasa memilih, mensintesa, dan mengelaborasi pengetahuan yang ingin dipahaminya. Hal ini dapat mengakomodasi mereka yang lamban menerima pelajaran. Komputer tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan instruksi seperti yang diinginkan. Kondisi ini sungguh sangat berbeda sekali dengan guru yang tidak mungkin sabar menjelaskan hal yang sama terus menerus pada peserta didik yang daya cernanya termasuk papan bawah. Selain itu peserta didik yang pintar dan cepat mengerti dapat terus langsung melanjutkan materi pelajarannya tanpa perlu dihalangi dan distandarisasi sama dengan peserta didik lainnya. Inilah iklim afektif dari pemanfaatan TIK dengan bahan ajar digital.
Pengelolaan kelas akan menekankan pada aspek pengaturan lingkungan dimana  sangat berbeda dengan pembelajaran biasa yang lebih menekankan aspek mengelola atau memproses materi pelajaran. Pengelolaan kelas memungkinkan mengkondisikan kelas yang optimal bagi terjadinya proses belajar, yang meliputi: pembinaan, penghentian perilaku peserta didik yang menyeleweng, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas secara tepat waktu, dan penetapan norma kelompok yang produktif. Pengelolaan kelas ini mencakup pengaturan peserta didik dan fasilitas. TIK sendiri juga termasuk dalam pengaturan fasilitas untuk menunjang iklim konduksif, baik iklim kognitif maupun afektif dan skill. Iklim skill adalah yang paling dominan tercapai karena dapat meningkatkan kemampuan menulis, berkomunikasi dan mengakses pengetahuan dengan cepat, mudah dan tepat.
Transformasi pengelolaan kelas dari konvensional menjadi kontemporer dengan mengaplikasikan kemajuan TIK berbasis internet dan materi ajar yang digital memerlukan kerja keras dan kemauan yang dimotivasi oleh panggilan jiwa guru tersebut untuk menjadi seorang guru profesional. Guru harus mampu menggali potensi peserta didiknya yang dapat teraktualisasi dengan ketuntasan belajar. Tantangan bagi guru. Apakah guru akan melewati transformasi  ini dengan mulus?